Kejadian henti jantung dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, tidak terbatas kepada pasien, tetapi dapat terjadi pada keluarga pasien, bahkan civitas Hospitalia. Kebijakan rumah sakit dalam penanganan korban henti jantung tidak terbatas pada respon terhadap korban dengan henti jantung tetapi juga meliputi strategi pencegahan yang melibatkan seluruh komponen rumah sakit. Pengenalan dini dari penurunan kondisi pasien dan pencegahan kejadian henti jantung adalah komponen pertama dari rantai keselamatan “Chain of survival. Sistem pencegahan ini penting mengingat banyaknya kegagalan rumah sakit dalam mengenali secara dini gejala dan penurunan kondisi pasien, atau bereaksi lambat untuk mencegah kejadian henti jantung. Strategi pencegahan yang baik, diikuti dengan pengenalan yang cepat dari kejadian henti jantung, aktivasi sistem emergency yang efektif, tindakan dini resusitasi jantung paru dan defibrilasi, tindakan bantuan hidup lanjut yang efektif serta penatalaksanaan post cardiac arrest secara terpadu diharapkan dapat menurunkan kejadian henti jantung dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Pelayanan resusitasi merupakan intervensi klinis pada pasien yang mengalami kejadian henti jantung atau paru. Pada saat terjadi henti jantung atau paru maka pemberian kompresi dada atau bantuan pernapasan akan berdampak pada hidup matinya pasien, setidaknya menghindari kerusakan jaringan otak. Resusitasi kardiopulmoner (CPR/RJP) adalah sebuah langkah darurat yang dapat menjaga pernapasan dan denyut jantung seseorang. Resusitasi kardiopulmoner membantu sistem peredaran darah pasien dengan memberikan kompresi dada untuk membantu jantung memompa darah dan memasok oksigen melalui mulut pasien.
Sehubungan dengan hal tersebut, RSGM UGM Prof. Soedomo secara berkala melakukan penyegaran ilmu dan ketrampilan civitas hospitalia terkait Bantuan Hidup Dasar yang bertujuan agar seluruh civitas hospitalia mampu memberikan pertolongan/bantuan pada kondisi henti napas dan henti jantung dalam waktu secepatnya serta memahami dan mampu melakukan aktivasi code blue di lingkungan RSGM UGM Prof. Soedomo. Kegiatan yang dilaksanakan pada hari Rabu, 24 Maret 2021 tersebut dibagi menjadi 8 kloter dengan 9 peserta untuk setiap kloter. Pembagian kloter tersebut dimaksudkan untuk tetap menjaga protokol kesehatan selama pelaksanaan karena kegiatan dilaksanakan secara luring.